Jurnal Refleksi dan Artefak Filosofi Pendidikan Indonesia-Seminar PPG
Jurnal Refleksi dan Artefak Filosofi Pendidikan Indonesia
Tulisan ini berisi hasil refleksi belajar pada mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia. Di dalamnya memuat empat tahap, antara lain: review pengalaman belajar, refleksi pengalaman belajar yang dipilih, analisis artefak pembelajaran dan pembelajaran bermakna (good practices). Selain itu, terdapat bukti artefak yang akan membantu mendukung hasil refleksi tersebut. Berikut ini merupakan hasil dari jurnal refleksi pada mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia.
1. Review Pengalaman Belajar
Dari mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia saya belajar mengenai arti pendidikan yang sebenarnya. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan dari sejak dahulu sampai sekarang. Pada saat sebelum merdeka, ketika penjajahan Belanda sistem pendidikan di Indonesia berkaitan dengan kepentingan bangsa Belanda dan sistem pendidikan barat. Sementara itu, banyak pahlawan Indonesia yang berjuang bersama dalam mewujudkan pendidikan Indonesia supaya menjadi lebih baik seperti Dr.Sutomo mendirikan Organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, RA Kartini, kemudian pada 3 Juli 1922 lahirlah Taman Siswa di Yogyakarta yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara sebagai gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Setelah kemerdekaan, pendidikan di Indonesia berubah terutama pada kurikulum yang terus berganti sampai sekarang. Kurikulum di Indonesia, meliputi: Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006, Kurikulum 2013, dan sekarang Kurikulum Merdeka.
Ki Hajar Dewantara membedakan pengajaran dan pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara pengajaran adalah proses pendidikan dalam memberikan ilmu untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin, sedangkan pendidikan adalah memberikan tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Maka pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Sementara itu, Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa tujuan pendidikan yaitu memberikan tuntunan terhadap segala kodrat yang ada dalam diri peserta didik agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, tugas seorang pendidik hanya menuntun anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki laku-nya untuk menjadi manusia seutuhnya. Jadi anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa.
Dalam proses menuntun, anak diberikan kebebasan agar dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar, namun guru sebagai pamong tetap memberikan tuntunan dan arahan agar tidak kehilangan arah. Untuk mencapai hal tersebut, pendidik perlu mendidik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman peserta didik. Kodrat alam berdasarkan pada konteks lokal sosial budaya peserta didik, sedangkan kodrat zaman berdasarkan pada pendidikan saat ini yang menekankan peserta didik memiliki keterampilan abad 21. Selain itu, menerapkan sistem among sebagai suatu metode yang menekankan pada saat proses pembelajaran yang dikenal dengan ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun karso (di tengah membangun kehendak), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Pendidikan berperan untuk membangun paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku sebagai bangsa Indonesia. Setidaknya ada tiga hal hakiki yang layak ditegaskan sebagai nilai kemanusiaan khas Indonesia, yakni nilai kebhinekatunggalikaan, nilai-nilai Pancasila dan religiusitas. Pancasila menjadi entitas dan identitas bangsa Indonesia dalam kebhinekaan dalam setiap latar belakang kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan agama. Pendidikan Nasional Indonesia bermuara pada Profil Pelajar Pancasila (PPP) sebagai perwujudan manusia Indonesia yang kuat dengan nilai-nilai luhur budaya yang menjadi akar pendidikan dalam upaya memaknai dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan yang memerdekakan adalah mengembalikan peserta didik pada kodratnya sebagai makhluk yang mempunyai kehendak bebas. Anak merdeka dari tekanan dan merdeka untuk mencapai tujuan.
2. Refleksi Pengalaman Belajar yang di Pilih
Topik yang dipilih yaitu dasar pendidikan Ki Hajar Dewantra, hal tersebut karena sebagai seorang pendidik sudah semestinya untuk melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik dan memfasilitasi kebutuhan potensi dan kompetensi peserta didik dalam belajar. Karena tugas seorang pendidik adalah menuntun tumbuh dan kembang kodrat yang dimiliki peserta didik agar dapat mencapai keselamatn dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Melalui pendidikan menciptakan ruang bagi peserta didik untuk tumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). Sehingga cakap mengatur hidupnya tanpa diperintah oleh orang lain. Dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Dimana menurut Ki Hajar Dewantara, didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan tuntutan zamannya. Selain itu, pendidik juga dapat menerapkan sistem among sebagai suatu metode yang menekankan pada saat proses pembelajaran yang dikenal dengan ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madya mangun karso (di tengah membangun kehendak), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Sebagai seorang pendidik harus senantiasa mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran.
Untuk mempelajari topik-topik pada mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia yaitu dengan menggunakan alur MERDEKA meliputi: Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antarmateri, dan Aksi nyata. Adapun strategi yang diimplementasikan dalam mempelajari topik-topik tersebut adalah dengan berkolaborasi dengan teman, membaca jurnal, dan mencari sumber dari internet.
3. Analisis Artefak Pembelajaran
Artefak yang dicantumkan berupa infografis mengenai pendidikan yang berpihak pada peserta didik dengan menerapkan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Berikut ini artefak yang dimaksud:
4. Pembelajaran Bermakna (good practices)
Setelah mempelajari materi pada topik-topik Filosofi Pendidikan Indonesia, saya menyadari bahwa kemampuan dalam mendidik dan menuntun peserta didik dalam belajar sesuai kodratnya masih belum maksimal sehingga menjadi perbaikan diri saya sebagai seorang pendidik. Namun, setelah mempelajari topik-topik Filosofi Pendidikan Indonesia membuat saya sadar bahwa sebagai pendidik sudah semestinya untuk menuntun tumbuh kembang segala kodrat yang ada dalam diri peserta didik agar tercapainya keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya untuk menemukan kemerdekaan peserta didik dalam belajar. Oleh sebab itu, saya harus senantiasa mendidik sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya peserta didik serta mampu untuk menerapkan sistem among untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dapat membawa perubahan pada kualitas mengajar demi terwujudnya pendidikan yang berpihak pada peserta didik.
Komentar
Posting Komentar